Senin, 25 Agustus 2025
Rabu, 23 April 2025
Perjalanan Tiga Hari yang Berkesan : Pelatihan TIK MTs di BDK Makassar
Pagi itu, mentari Makassar bersinar cerah menyambut langkah kami menuju Balai Diklat Keagamaan. Tanggal 16 April 2025 menjadi awal petualangan baru dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi. Dengan tas laptop tersampir di bahu, kami melangkah masuk ke gedung BDK yang megah. Seorang fasilitator menyambut dengan senyum ramah. Ruangan pelatihan sudah dipenuhi wajah-wajah baru—29 rekan seperjuangan yang akan menjadi keluarga kecil selama tiga hari ke depan.
Sesi perkenalan berlangsung hangat. Satu per satu peserta memperkenalkan diri. Ada Pak Marzuki dari Enrekang yang humble dan seru, Bu Sahrianti dari Takalar yang selalu menyapa dengan senyum, dan masih banyak lagi. Kami semua guru MTs dengan latar belakang berbeda namun tujuan sama: menjadi pendidik yang melek teknologi di era digital.
Hari pertama terasa intens. Jari-jari kami menari di atas keyboard, mengikuti instruksi fasilitator yang dengan sabar membimbing kami memahami dasar-dasar aplikasi pembelajaran interaktif. Kening kami sesekali berkerut saat menghadapi kesulitan, tapi tawa selalu pecah ketika salah satu dari kami melakukan kesalahan lucu. Bu Fia mengarahkan dari seberang meja tentang ikon yang harus diklik. Begitulah kami, saling membantu dalam pembelajaran teknologi.
Makan siang menjadi momen favorit. Berbagi cerita tentang murid-murid kami di daerah masing-masing, tantangan mengajar di era digital, hingga lelucon-lelucon guru. Makanan khas Makassar yang disajikan BDK menambah kenangan manis pertemuan kami.
Hari kedua, hujan deras mengguyur Makassar sejak pagi. Namun, semangat kami tidak surut. Suasana dingin justru membuat kami lebih fokus mempelajari materi pembuatan konten digital interaktif. Sungguh menakjubkan melihat bagaimana teknologi bisa mengubah cara mengajar menjadi lebih menarik. Kami berbisik pada teman sebelah membayangkan murid-murid belajar dengan cara seperti ini, wajah mereka pasti antusias.
Ada momen berkesan di hari kedua ketika Ibu Harisa, peserta tertua di antara kami, dengan tekun mencoba mengoperasikan aplikasi baru. Usianya hampir kepala enam, tapi semangatnya mengalahkan yang jauh lebih muda. Ibu Harisa bercerita tidak ingin ketinggalan zaman dan anak-anak di desanya pantas mendapatkan pendidikan terbaik meski di pelosok.
Hari ketiga, hari terakhir di BDK, datang terlalu cepat. Kami mempresentasikan proyek kelompok dengan percaya diri. Kemajuan dalam waktu tiga hari sungguh mengesankan. Dari yang awalnya gagap teknologi, kini kami mampu membuat konten pembelajaran digital yang menarik.
Momen perpisahan terasa berat. Pelukan, jabat tangan, dan janji untuk tetap terhubung mewarnai sore itu. Tiga puluh orang dengan tekad sama—berkomitmen membawa perubahan ke kelas masing-masing. Bu Fia, widyaiswara kami, mengingatkan pertemuan minggu depan via Zoom, menegaskan bahwa ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan blended learning.
Dalam perjalanan pulang, kami tetap saling berkabar tentang perjalan kembali ke tempat tugas masing-masing. Tiga hari yang singkat namun bermakna. Tiga hari yang mengajarkan bahwa dalam pendidikan, tidak ada kata terlambat untuk belajar. Tiga hari yang mengingatkan mengapa memilih menjadi guru: untuk terus berkembang dan membagikan pengetahuan.
Kini, kami pulang dengan bekal baru. Bukan hanya keterampilan TIK, tapi juga keluarga baru—tiga puluh rekan yang berbagi semangat sama untuk mencerdaskan anak bangsa. Kami menantikan kelanjutan perjalanan ini di sesi Zoom minggu depan, berbagi kemajuan dan tantangan implementasi di sekolah masing-masing.
Terima kasih, BDK Makassar, untuk pengalaman berharga ini. Terima kasih, teman-teman seperjuangan, untuk kebersamaan kalian. Ini bukan akhir, tapi awal dari petualangan baru dalam dunia pendidikan digital.
Minggu, 24 November 2024
Refleksi Jalan Pengabdian: Hari Guru Nasional 2024
Pagi yang temaram di dusun Bihulo, Desa Botolempangan, menyimpan kisah yang begitu dalam tentang sebuah perjalanan penuh tantangan menuju panggilan mulia. Dusun kecil itu, dengan segala kesederhanaannya, menjadi saksi lahirnya tekad seorang anak desa yang bermimpi mengabdikan hidupnya dalam dunia pendidikan.
Bayangan masa lalu itu masih terasa begitu nyata. Keremangan fajar yang membalut langkah-langkah kecil di jalan setapak, hembusan angin pagi yang menyapa wajah penuh harap, dan selembar daun pisang yang setia melindungi dari tetesan hujan. Tak ada kemewahan teknologi, tak ada kenyamanan transportasi modern. Yang ada hanyalah api semangat yang tak pernah padam, menyala dalam dada seorang anak desa yang berani bermimpi.
Jalanan berbatu dan berlumpur seolah menguji setiap langkah. Namun, setiap tantangan justru memupuk ketangguhan, setiap rintangan mengajarkan arti kesabaran. Kaki mungil yang teguh melangkah itu tak pernah tahu bahwa perjalanan ini adalah awal dari sebuah kisah pengabdian yang akan mengubah banyak kehidupan.
Memasuki masa selanjutnya, ujian hidup semakin berat. Jarak Sekolah 25 kilometer bukanlah halangan ringan bagi seorang remaja yang haus ilmu. Meninggalkan kehangatan rumah, berpisah dari pelukan keluarga, dan tinggal di kediaman orang lain menjadi pilihan yang harus diambil. Setiap minggu, kerinduan pada keluarga harus ditekan dalam-dalam, digantikan dengan tekad untuk membuktikan bahwa pengorbanan ini tidak akan sia-sia.
Kehidupan kampus membuka lembaran baru yang penuh haru. Sosok seorang ibu yang rela berutang demi membayar uang kuliah pertama anaknya menjadi potret pengorbanan yang tak terlupakan. Air mata yang mengalir saat mengumpulkan uang itu bukan tanda kelemahan, melainkan bukti cinta yang tak terbatas. Setiap rupiah yang terkumpul adalah amanah suci, yang kelak harus dipertanggungjawabkan dalam bentuk pengabdian pada dunia pendidikan.
Lulus kuliah tidak serta merta membuka pintu kesuksesan. Dua kali mengikuti tes PNS, dua kali pula harus menelan pil pahit kegagalan. Namun, setiap penolakan itu justru menjadi guru terbaik yang mengajarkan bahwa kesuksesan sejati tidak pernah datang secara instan. Setiap kegagalan adalah batu asah yang menghaluskan karakter, menguatkan mental, dan mempertajam kemampuan.
Era digital membawa tantangan baru yang tak kalah pelik. Para siswa kini lebih akrab dengan dunia virtual dibanding interaksi nyata. Informasi mengalir deras tanpa filter, membuat peran guru semakin kompleks. Tidak hanya dituntut mengajar materi pelajaran, tapi juga harus mampu menjadi pemandu yang bijak dalam rimba informasi digital.
Yang lebih mengkhawatirkan, profesi guru sekarang seolah berjalan di atas tali yang sangat tipis. Banyak rekan seprofesi yang terjerat masalah hukum hanya karena berupaya menegakkan disiplin. Katakan kasus Ibu Guru Supriyani yang heboh baru-baru ini. Singkatnya adalah bahwa batasan antara mendidik dan melanggar hak anak menjadi sangat kabur, memaksa para pendidik untuk selalu berhati-hati dalam setiap tindakan.
Di tengah kompleksitas tantangan ini, harapan untuk pendidikan Indonesia tetap menyala terang. Mimpi tentang sistem pendidikan yang mampu mengintegrasikan kemajuan teknologi tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan terus hidup. Pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga mengasah kepekaan sosial dan melestarikan kearifan budaya bangsa.
Setiap pagi, ketika mentari mulai mengintip di ufuk timur, ribuan guru di seluruh Indonesia bergegas menuju sekolah. Mereka membawa tidak hanya materi pelajaran, tetapi juga harapan dan mimpi untuk masa depan bangsa. Di balik kesederhanaan mereka, tersimpan kekuatan luar biasa untuk mengubah kehidupan melalui ilmu pengetahuan.
Hari Guru Nasional 2024 menjadi momentum untuk meneguhkan kembali komitmen suci ini. Meski zaman terus berubah, esensi seorang guru tetap sama: menjadi pelita yang menerangi jalan masa depan anak bangsa. Mendidik bukan sekadar profesi yang menghasilkan materi, tetapi sebuah panggilan jiwa yang harus dijalankan dengan segenap cinta dan dedikasi.
Kepada ribuan pahlawan tanpa tanda jasa di seluruh pelosok negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari kota metropolitan hingga desa terpencil, mari terus berkarya dengan sepenuh hati. Tantangan boleh datang silih berganti, tetapi api pengabdian tak boleh padam. Sebab di pundak para gurulah, masa depan bangsa ini bertumpu.
Ketika senja mulai turun, dan hari berganti malam, seorang guru mungkin lelah fisiknya, tapi tidak dengan semangatnya. Karena setiap senyum yang terbit di wajah murid-muridnya, setiap binar pemahaman di mata mereka, dan setiap prestasi yang mereka raih adalah hadiah terindah yang tak ternilai harganya.
Selamat Hari Guru Nasional 2024. Semoga pengabdian mulia ini terus memberikan cahaya bagi masa depan Indonesia.
Jumat, 24 November 2023
Guru dan Masa Depan: Nahkoda atau Penumpang?
Hari Guru dalam Sebuah Refleksi.
Oleh : Amiruddin, S.Pd
Guru sebagai Nahkoda.
Dalam era yang penuh tantangan, guru bagaikan nahkoda kapal pendidikan yang harus tangkas dan bijaksana. Mereka harus mampu mengemudikan kapal pendidikan melewati gelombang perubahan zaman yang tak terhindarkan. Ini bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang mengintegrasikan teknologi dalam kanvas pembelajaran dan menjadi pemimpin, inovator, serta pemberi arah dalam dunia pendidikan yang terus berubah. Sebagai nahkoda, guru memegang peranan penting dalam membentuk arah pendidikan masa depan.
Guru Bukan Penumpang.
Namun, realitas di lapangan seringkali berbeda. Banyak guru yang terjebak dalam peran sebagai penumpang dalam kapal pendidikan yang besar. Mereka berjuang untuk beradaptasi dengan teknologi, kebijakan pendidikan baru, dan dinamika kelas yang terus berubah. Situasi ini menempatkan mereka dalam posisi pasif, mengikuti arus tanpa memiliki banyak ruang untuk berinovasi atau memberikan arah.
Dinamika Pendidikan Kekinian.
Pendidikan saat ini merupakan perpaduan antara tradisi dan inovasi. Di satu sisi, ada pembelajaran tatap muka yang berpadu dengan pembelajaran virtual, dan di sisi lain, tantangan psikososial siswa yang semakin kompleks. Guru harus mampu menjalankan tugas ganda; sebagai pendidik dan sebagai pendukung emosional siswa. Mereka dihadapkan pada tuntutan untuk beradaptasi dengan metode pengajaran yang terus berubah sambil memastikan kesejahteraan emosional siswa.
Peran Emosional dan Psikologis Guru.
Di era digital ini, hubungan emosional antara guru dan siswa menjadi sangat penting. Guru harus mampu menjadi pelindung kejiwaan siswa, memberikan dukungan dan pengertian di tengah tekanan dan kecemasan yang dialami siswa. Peran ini menjadi semakin vital mengingat kompleksitas masalah yang dihadapi siswa di era digital.
Hari Guru menjadi momentum untuk introspeksi. Apakah kita telah memberikan guru ruang yang cukup untuk menjadi nahkoda? Atau malah kita telah mengekang mereka menjadi penumpang? Sangat penting bagi kita untuk memberdayakan guru, memberikan mereka otoritas, sumber daya, dan kebebasan untuk menjadi pemimpin pendidikan yang efektif.
Mari kita rayakan Hari Guru tidak hanya sebagai hari penghargaan, tetapi juga sebagai kesempatan untuk merenungkan dan mengubah cara kita mendukung para guru. Masa depan pendidikan tergantung pada bagaimana kita memperlengkapi guru untuk menjadi nahkoda yang bijak, bukan sekadar penumpang yang pasif. Marilah kita berlayar menuju masa depan pendidikan yang lebih cerah, dengan guru sebagai nahkoda yang memandu kita.
Kamis, 20 April 2023
Sang Penghormat Ufuk
Penasagala
Bihulo 30 Ramdhan 1444 H
Senja mulai pudar, cahaya mentari perlahan sirna dari setengah bagian mayapada. Kicau burung tak lagi terdengar berganti suara jangkrik bersahutan, seiring kegelapan menyelimuti keheningan desa.
Aku mengangguk-angguk, mencoba memahami apa yang dikatakannya.
Aku merasa bangga, bahwa aku akan segera berpuasa seperti orang dewasa.
"Kita sedang mencari hilal, nak," jawabnya.
Aku merasakan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan wajahku. Sesekali
terdengar suara burung malam dari sudut keremangan malam.
Mereka saling berpelukan dan berjabat tangan, mengucapkan
selamat datang Ramadhan, kepada satu sama lain.
Kakekku merangkulku, terasa suasana syukur dan gembira,
hangat dan bahagia. Inilah kali pertama aku betul-betul menyadari dan merasakan
ajaib dan berkahnya bulan mulia ini. Bulan Ramadhan.
Alat canggih dan modern untuk menentukan awal Ramadhan dan
Idul Fitri, sudah berkembang pesat.
Tapi kenangan itu tetap membekas takkan terlupakan, kenangan
Sang Penghormat Ufuk, kakekku sendiri.
Selasa, 18 April 2023
Gonjang-Ganjing Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 H
Amiruddin, S.Pd
Anggota PC. GP ANSOR TORAJA RAYA
![]() |
Illustrasi |
Hari
Raya Idul Fitri merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh
dunia. Hari yang sering diasosiasikan sebagai hari kemenangan setelah sebulan
penuh berpuasa di bulan Ramadhan.
Namun,
setiap tahunnya, selalu ada perbedaan pendapat mengenai kapan tepatnya hari
raya Idul Fitri jatuh. Hal ini menimbulkan gonjang ganjing di kalangan
masyarakat, terutama di Indonesia yang memiliki beragam ormas Islam dan
pemerintah yang berwenang menetapkan awal bulan Syawal.
Kedua
metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta berbagai
kriteria dan standar yang berbeda.
Salah
satu ormas besar Islam Indonesia, yaitu Muhammadiyah, telah menetapkan Hari
Raya Idul Fitri 2023 jatuh pada tanggal 21 April 2023, berdasarkan metode hisab
hakiki wujudul hilal.
Metode
ini menitikberatkan pada posisi geometris benda langit seperti Bumi,
Matahari, dan Bulan.
Menurut
Muhammadiyah, penentuan awal bulan Qamariah tidak perlu berdasarkan penampakan
hilal, melainkan cukup dengan adanya kemungkinan wujudnya hilal.
Sementara
itu, ormas Islam lainnya, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), serta pemerintah melalui
Kementerian Agama (Kemenag), masih menunggu hasil sidang isbat yang akan
diselenggarakan pada 20 April 2023.
Sidang
isbat adalah rapat atau musyawarah yang dihadiri oleh para ulama, ahli
astronomi, dan perwakilan ormas Islam untuk menetapkan awal bulan Syawal
berdasarkan hasil hisab dan rukyat. Hisab yang digunakan adalah hisab imkanur
rukyat, yaitu perhitungan kemungkinan terlihatnya hilal di suatu tempat.
Rukyat
yang dilakukan adalah rukyatul hilal global, yaitu pengamatan hilal di seluruh
wilayah Indonesia dan negara-negara tetangga.
Perbedaan
metode hisab dan rukyat ini seringkali menimbulkan perbedaan waktu pelaksanaan Hari
Raya Idul Fitri di Indonesia.
Hal
ini tentu saja menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ada yang
menganggap bahwa perbedaan ini adalah hal biasa dan tidak mengganggu persatuan
umat Islam. Ada juga yang menganggap bahwa perbedaan ini adalah hal buruk dan
harus dihindari demi keseragaman umat Islam.
Menurut
saya, perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri ini tidak perlu dipermasalahkan
terlalu jauh. Yang terpenting adalah bagaimana kita menjaga sikap saling
menghormati dan menghargai antara sesama umat Islam.
Kita
harus mengakui bahwa tidak ada metode yang sempurna dan tidak ada otoritas
tunggal yang bisa menetapkan awal bulan Syawal secara mutlak. Kita harus
menghargai keberagaman pendapat dan pandangan dalam Islam, selama tidak
bertentangan dengan ajaran dasar agama.
Kita
juga harus menyadari bahwa Hari Raya Idul Fitri bukanlah sekadar hari libur
atau hari bersuka ria. Akan tetapi, Hari Raya Idul Fitri adalah hari untuk
merayakan ketaqwaan kita kepada Allah SWT setelah sebulan penuh berpuasa di
bulan Ramadhan.
Hari
Raya Idul Fitri adalah hari untuk memohon ampun kepada Allah SWT dan sesama
manusia atas segala kesalahan dan dosa yang kita perbuat. Hari Raya Idul Fitri
adalah hari untuk merangkai silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah antara sesama
umat Islam.
Oleh karena itu, kita tidak boleh membiarkan perbedaan
penetapan Hari Raya Idul Fitri menjadi sumber perpecahan dan pertengkaran. Bahkan
sebaliknya, hendaknya momentum ini kita jadikan sebagai sarana untuk saling
belajar dan mengenal lebih dalam tentang Islam dan motivasi untuk meningkatkan
kualitas ibadah, akhlak, dan kedewasaan kita.
Idul Fitri adalah Hari Suka Cita, bukan Hari Menegakkan
Egoisme.
Hari
Raya Idul Fitri merupakan salah satu hari raya terbesar bagi umat Islam di
seluruh dunia. Hari ini adalah hari yang penuh dengan suka cita, syukur, dan
maaf.
Hari yang penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, dan kasih sayang.
Namun, sayangnya, tidak semua orang bisa merasakan hal indah tersebut. Ada
sebagian orang yang justru menjadikan Hari Raya Idul Fitri sebagai ajang untuk
menegakkan egoisme dan kesombongan.
Salah
satu contoh egoisme dan kesombongan yang sering terjadi di Hari Raya Idul Fitri terdapat pada perbedaan pendapat mengenai kapan tepatnya hari raya Idul Fitri jatuh.
Seperti
kita ketahui, di Indonesia ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan
awal bulan Syawal, yaitu hisab dan rukyat.
Kedua
metode ini seringkali menghasilkan perbedaan penetapan waktu Hari Raya Idul Fitri di
Indonesia.
Hal
ini menimbulkan perdebatan di antara umat Islam. Ada yang merasa paling benar
dan paling taat dengan metode yang mereka ikuti.
Ada
yang merasa paling superior dan paling mulia dengan metode yang mereka anut, merasa paling berhak dan paling berkuasa dengan metode yang mereka
gunakan.
Padahal,
seharusnya kita menyadari bahwa tidak ada metode yang sempurna dan tidak ada
otoritas tunggal yang bisa menetapkan awal bulan Syawal secara mutlak. Kita
harus menghormati keberagaman pendapat dan pandangan dalam Islam, selama tidak
bertentangan dengan ajaran dasar agama.
Kita
mestinya menghargai keputusan masing-masing kelompok untuk
mengikuti metode yang mereka yakini dan mengedepankan sikap toleransi serta saling
menghormati antara sesama umat Islam.
Perbedaan
penetapan Hari Raya Idul Fitri bukanlah hal yang harus dipermasalahkan terlalu
jauh. Yang terpenting adalah bagaimana kita menjalankan ibadah puasa di bulan
Ramadhan dengan sebaik-baiknya, bagaimana kita memohon
ampun kepada Allah SWT dan sesama manusia atas segala khilaf yang
kita perbuat, bagaimana kita meningkatkan silaturahmi
dan ukhuwah.
Hari Raya Idul Fitri adalah hari suka cita, bukan hari menegakkan egoisme.
Hari Raya
Idul Fitri adalah hari syukur, bukan hari kesombongan. Hari Raya Idul Fitri
adalah hari maaf, bukan hari dendam. Hendaknya kita jadikan Hari Raya Idul Fitri sebagai
hari yang membawa kebaikan dan keberkahan bagi kita semua, sebagai hari yang menyatukan dan mempersatukan, sebagai hari yang mencerminkan akhlak
mulia Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik. Beliau adalah orang yang paling taat kepada Allah SWT, paling kasih sayang kepada sesama makhluk, dan paling rendah hati di antara manusia, paling menjaga persaudaraan dan perdamaian, orang yang paling menghormati perbedaan dan keberagaman di antara umat manusia.
Kita mestinya meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri ini, mestinya memperbanyak bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, memaafkan dan memohon maaf kepada sesama manusia atas segala khilaf dan salah, berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang membutuhkan dan kurang beruntung, bersuka cita dan bersahabat dengan semua orang tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, atau golongan.
Dengan
demikian, kita akan merasakan makna sebenarnya dari Hari Raya Idul Fitri, merasakan
kebahagiaan dan kedamaian yang hakiki, merasakan kebersamaan dan keharmonisan
yang nyata, dan mencapai ketaqwaan yang kokoh.
Metode Rukyatul Hilal atau Metode Hisab, mana yang paling
mendekati Hadist Sahih dari Rasulullah SAW.?
Sebagaimana diketahui bersama bahwa untuk menentukan awal
bulan Syawal, ada beberapa metode yang digunakan oleh umat Islam, yaitu metode
rukyatul hilal dan metode hisab.
Metode
rukyatul hilal adalah metode yang mengandalkan pengamatan langsung bulan sabit
atau hilal di ufuk barat setelah matahari terbenam.
Metode
hisab adalah metode yang mengandalkan perhitungan matematis posisi bulan
berdasarkan data astronomis.
Kedua
metode ini seringkali berakibat pada perbedaan waktu pelaksanaan Hari Raya Idul
Fitri di berbagai negara dan wilayah. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mana
metode yang paling mendekati hadist sahih dari Rasulullah SAW.?
Hadist
sahih adalah perkataan atau perbuatan Rasulillah SAW. yang telah dipastikan
kebenaran dan keasliannya oleh para ulama hadist.
Dalam
hal ini, kita harus kembali kepada sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Quran
dan Hadist.
Al-Quran
adalah firman Allah SWT. yang diturunkan kepada Rasulillah SAW. melalui
malaikat Jibril.
Hadist
adalah segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulillah SAW, yang menjadi
contoh dan pedoman bagi umat Islam.
Dalam
Al-Quran, Allah SWT. berfirman:
Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi." Tetapi tidaklah
bermanfaat tanda-tanda (kekuasaan Allah) dan peringatan-peringatan bagi
orang-orang yang tidak beriman." (QS. Yunus: 101)
"Dan
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (QS. Yunus: 5)
Dari
ayat-ayat di atas, kita dapat memahami bahwa Allah SWT. telah menciptakan
matahari dan bulan sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya dan sebagai alat untuk
menghitung waktu. Allah SWT, juga telah menetapkan manzilah-manzilah atau
fase-fase bagi perjalanan bulan itu, termasuk hilal atau bulan sabit. Dalam Hadist,
Rasulullah SAW, bersabda:
"Berpuasalah
kamu apabila melihatnya (hilal) dan berbukalah apabila melihatnya (hilal), jika
ia tertutup (berawan) maka sempurnakanlah bilangan (hari) Sya'ban tiga puluh
hari." (HR. Bukhari dan Muslim) "Janganlah kamu berpuasa sebelum
datangnya bulan (Ramadan) dan janganlah kamu berbuka sebelum hilangnya bulan
(Syawal), jika terhalang awannya maka hitunglah tiga puluh hari." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari hadist di atas, kita dapat memahami bahwa Rasulullah
SAW telah menetapkan awal bulan Ramadan dan Syawal berdasarkan rukyatul hilal
atau pengamatan langsung bulan sabit.
Jika
hilal tidak terlihat karena cuaca berawan atau faktor lainnya, maka Rasulullah
SAW. menetapkan untuk menghitung tiga puluh hari dari bulan sebelumnya.
Berdasarkan
Al-Quran dan Sunnah, kita dapat menyimpulkan bahwa metode rukyatul hilal adalah
metode yang paling mendekati hadist sahih dari Rasulullah SAW.
Metode
ini sesuai dengan perintah Allah SWT. untuk memperhatikan apa yang ada di
langit dan di bumi sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya. Metode ini juga sesuai
dengan sunnah Rasulullah SAW yang menetapkan awal bulan berdasarkan penglihatan
mata.
Namun,
hal ini tidak berarti bahwa metode hisab tidak memiliki dasar sama sekali.
Metode hisab juga didasarkan pada data astronomis yang merupakan hasil dari
pengamatan dan perhitungan ilmiah terhadap benda-benda langit.
Metode
hisab juga mencerminkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
oleh umat Islam, juga dapat membantu dalam mengatasi kesulitan atau
ketidakpastian dalam melakukan rukyatul hilal.
Oleh
karena itu, kita tidak boleh menolak atau menghina metode hisab secara mutlak. Bahkan
kita mestinya mengakui bahwa metode hisab juga memiliki kelebihannya sendiri, menghargai
usaha dan niat baik dari para ahli hisab yang berusaha untuk menentukan awal
bulan Syawal dengan cara yang mereka yakini.
Kita
tidak boleh memaksakan atau membanggakan metode rukyatul hilal secara mutlak,
dan mestinya menyadari bahwa metode rukyatul hilal juga memiliki kelebihan dan
kekurangan sendiri.
Kita
harus menghormati kesaksian dan keshahihan dari para ahli rukyat yang berusaha
untuk menentukan awal bulan Syawal dengan cara yang mereka yakini.
Kita
harus menjaga sikap saling menghormati dan menghargai antara sesama umat Islam
yang menggunakan metode rukyatul hilal atau metode hisab, menjaga persatuan dan
persaudaraan di antara umat Islam yang merayakan Hari Raya Idul Fitri pada hari
yang berbeda, menjaga toleransi dan saling menghormati di antara umat Islam
yang memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda.
Semoga
Allah SWT menurunkan rahmat dan hidayah-Nya, dan menerima amal ibadah kita,
serta memberikan kita kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadhan
yang akan datang, juga menjadikan kita termasuk orang-orang yang berbahagia di
Hari Raya Idul Fitri ini.
Kesimpulan
Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa yang menaati pemimpin
(pemerintah), maka ia telah menaati saya. Dan barangsiapa yang mendurhakai
pemimpin (pemerintah), maka ia telah mendurhakai saya (HR. Bukhari no. 2957 dan Muslim
no. 1840).
Hadits ini menegaskan bahwa umat Islam
harus taat kepada pemimpin atau pemerintah yang sah, selama tidak bertentangan
dengan syariat Islam. Ketaatan kepada pemimpin atau pemerintah merupakan bagian
dari ketaatan kepada Rasulullah SAW.
Wallahu
A’lam Bisshowwab..
KALENDER AKADEMIK MTsN 1 TANA TORAJA 2025-2026
Kalender Akademik MTsN 1 Tana Toraja 2025/2026 Kalender...
-
JAGO MENJAWAB CONTOH SOAL OMI 2025
-
JAGO MENJAWAB CONTOH SOAL OMI 2025 VERSI 2 🏆 JAGO MENJAWAB CONTOH SOAL OMI 2025 VERSI 2 ...
-
JAGO MENJAWAB SOAL OMI 2018 TINGKAT KABUPATEN 🏆 JAGO MENJAWAB SOAL OMI 2018 TINGKAT KABU...